Kamu hobi trekking atau mendadak hobi trekking? Tentu sudah familiar dengan nama Gunung Rinjani. Gunung yang menjulang setinggi 3.726 meter di atas lautan Lombok ini memang memiliki pesona yang sangat indah. Salah satu pesona Gunung Rinjani adalah Danau Segara Anak, sebuah danau vulkanik dengan warna air yang biru bagai laut. Tak heran jika Taman Nasional Gunung Rinjani dinobatkan menjadi Gunung yang paling Eksotis di Indonesia sehingga menjadi incaran para pendaki, baik lokal maupun mancanegara.
Ada beberapa jalur resmi dan utama yang sering di gunakan oleh pendaki di Gunung Rinjani yaitu Jalur Sembalun dan Senaru. Namun kali ini kita gak akan bahas dua jalur tersebut. Kenapa.? ahh terlalu mainstream…
Sebelum saya menulis lebih lanjut, saya akan bercerita tentang kenapa saya menulis tentang Rinjani Jalur Aikmel. Pada Bulan Agustus 2018 lalu Pulau Lombok dilanda Gempa Bumi bertubi-tubi selama 1 bulan berkekuatan dari 6.4M - 7.0M yang meluluh lantahkan sebagian Pulau Lombok termasuk Gunung Rinjani sehingga menyebabkan keretakan dan longsor di beberapa jalur yang ada di Rinjani. Dengan keadaan tersebut, sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan pendakian selama waktu yang ditentukan sesuai dengan pernyataan Pihak Taman Nasional Gunung Rinjani.
Oleh karena kerinduan saya untuk mendaki dan menikmati pesona sang Rinjani, saya menulis tulisan ini demi mengobati rasa rindu. Bener kata Dilan, Rindu itu berat, biar Dilan saja. Hehe…
Oke kita mulai serius…
Waktu itu pada Tahun 2017 lalu, saya diajak oleh seorang teman beserta rombongan Pokdarwis (kelompok sadar wisata) Dusun Toya Desa Aikmel, Lombok Timur untuk mendaki Gunung Rinjani melalui jalur Aikmel. Pendakian ini muncul karena inisiatif para anggota pokdarwis untuk mencoba membuka jalur pendakian dengan harapan mengembangkan potensi wisata di daerah itu.
Pendakian Rinjani melalui Jalur Aikmel ini dimulai dari dusun Toya Aikmel. Untuk sampai kedusun ini berjarak kurang lebih 60km dari arah Kota Mataram dan memakan waktu perjalanan 1,5 - 2 jam menggunakan sepeda motor. Tidak ada gerbang ataupun loket tiket untuk memasuki kawasan tersebut. Awal pendakian, kita akan menemui vegetasi hutan basah yang lebat. Sepanjang perjalanan hutan, kami menemui hewan melata khas hutan basah, yaitu Pacet/Lintah. Tidak hanya lintah, kami juga menemui bekas kotoran rusa dan babi hutan yang masih segar yang menandakan bahwa hutan tersebut masih alami dan belum tersentuh
Kami menghabiskan perjalanan dihutan selama kurang lebih dalam waktu 8 jam untuk sampai dipenghujung hutan. Pada saat itu kami sempat tersesat karena lebatnya hutan yang mengganggu jarak pandang kami. Sesampai di penghujung hutan kita akan menemui vegetasi Padang Savana yang luas khas Gunung Tropis berlatar Rinjani dari arah selatan yang terlihat berbeda seperti kita liat pada umumnya melalui jalur sembalun ataupun senaru.
Tepat di penghujung hutan terdapat camp area.Tidak ada sistem pos dijalur ini, yang ada hanya bekas para pemburu yang bermalam disana dan kami pun memutuskan untuk bermalam disana. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Pelawangan Jalur Selatan. Disepanjang perjalanan kita akan disuguhkan dengan pemandangan savana dengan bunga Edelweis yang masih hijau dan segar.
Sebelum sampai ke pelawangan, kita akan melewati sebuah pos/shelter untuk mengisi ulang persediaan air karena disini terdapat mata air terakhir sebelum sampai di pelawangan. Kemudian setelah 30 menit dari mata air tersebut, kita akan melewati rest area yang masyarakat lokal menyebutnya Cemara Rompes (Deretan Pohon Cemara). tidak jelas kenapa dinamakan seperti itu. Perjalanan dari Cemara Rompes menuju Pelawangan memakan waktu kurang lebih 60 menit perjalanan normal. Sesampai kami di Pelawangan yang memiliki ketinggian 3150 meter diatas permukaan laut tepat sebelum sunset. Dengan sigap kami bersiap mendirikan tenda agar kami tidak kehilangan moment sunset yang sayang untuk dilewatkan.
Pada malam hari, kami memutuskan untuk beristirahat lebih cepat agar bisa bangun lebih awal dan menikmati suasana sunrice yang juga sayang untuk dilewatkan. kamipun merasa beruntung untuk bangun lebih awal karena begitu fajar menyingsing, kita akan disuguhkan panorama pegunungan yang sangat indah dengan kabut tipis dan udara segar dengan background puncak Rinjani disisi timur pelawangan. Selain itu disisi utara, kita bisa melihat secara dekat dan jelas puncak Anak Gunung Baru Jari yang tepat berada di bawah kami berdiri dihiasi dengan biru dan cantiknya Danau Segara Anak pada pagi hari.
Sungguh indahnya ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Kami menghabiskan pagi itu dengan berswafoto dan kemudian berlalu tanpa tertinggal moment sedikitpun. Beberapa jam kemudian kami memutuskan untuk kembali turun ke tempat awal pendakian dan memakan waktu 8 jam dari pelawangan menuju dusun terakhir di desa itu.
Inti dari setiap perjalanan adalan pelajaran dan pengalaman yang berharga yang kita dapatkan tidak bisa dibeli dengan nilai apapun. Banyak hal yang kita temui disetiap perjalanan menjadi memori-memori kenangan yang akan kita ceritakan ke anak cucu kita nantinya dan tentu kita akan banggakan.
Comments
Post a Comment